Senin, 19 November 2012

Study Lapangan SMA N 1 INDRALAYA UTARA


1. Pengunjungan di museum BALAPUTRADEWA


Museum Bala Putra Dewa Museum ini dibangun pada tahun 1877 dengan arsitektur tradisional Palembang di atas area seluas 23.565 meter persegi dan diresmikan pada tanggal 5 November 1984. Pada mulanya museum ini bernama Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan, selanjutnya berdasarkan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1223/1999 tanggal 4 April 1990. Museum ini diberi nama Museum Negeri Propinsi Sumatera Selatan “Bala Putra Dewa”. Nama Bala Putra berasal dari nama   seorang raja Sriwijaya yang memerintah pada abad VIII-IX yang mencapai kerajaan maritime. Di museum ini terdapat koleksi yang menggambarkan corak ragam kebudayaan dan alam Sumatera Selatan. Lokasinya terdiri berbagai benda histrografi, etnografi, feologi, keramik, teknologi modern, seni rupa, flora dan fauna serta geologi. Selain terdapat rumah limas dan Rumah Ulu Ali, kita dapat mengunjunginya dengan menggunakan kendaraan umum trayek km 12. KOLEKSI Museum ini mempunyai sepuluh jenis koleksi, yaitu koleksi geologi, biologi, etnografi, arkeologi, sejarah, numismatik, filologi, keramik, senirupa, dan teknologi modern.

2. Sejarah pulau kemaro
 
           Pulau Kemaro terletak di daerah Sumatera Selatan, tepatnya di tengah sungai Musi yang membelah kota Palembang. Kemaro sendiri merupakan bahasa Palembang, yang berarti kemarau. Menurut masyarakat Palembang, dinamakan pulau Kemaro karena pulau ini tidak pernah digenangi air. Walaupun volume air di sungai Musi meningkat, Pulau Kemaro tetap saja kering. Karena keunikan inilah, masyarakat sekitarnya menjulukinya sebagai Pulau Kemaro. Pulau Kemaro terletak di sebuah delta yang berada di tengah-tengah sungai Musi, sekitar 5 km arah hulu. Di dalam pulau ini terdapat sebuah makam yang diyakini sebagai makan dari Putri Sriwijaya Siti Fatimah yang menceburkan diri ke Sungai Musi. Menurut cerita, pada zaman dahulu seorang putri dari raja Sriwijaya bernama Siti Fatimah dilamar oleh putra raja dari negeri Tiongkok bernama Tan Bun Ann. Raja Sriwijaya ini mengajukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tan Bun Ann. Persyaratannya adalah Tan Bun Ann harus menyediakan 9 guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann pun menerima syarat yang diajukan itu. Untuk menghindari bajak laut, emas yang berada di dalam guci-guci itu dilapisi sayur-mayur oleh keluarga tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann. Pada suatu hari rombongan Tan Bun Ann tiba dari Tiongkok dengan 9 guci emas yang telah dijanjikan. Namun, setelah diminta menunjukkan isi gucinya oleh raja Sriwijaya, Tan Bun Ann terkejut karena melihat sayur mayur di dalam 9 guci yang dibawanya. Karena kaget dan marah, tanpa memeriksa terlebih dahulu, Tan Bun Ann langsung melemparkan guci-guci tersebut ke dalam Sungai Musi. Tetapi pada guci yang terakhir, terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan, sehingga terlihatlah kepingan emas yang berada di dalamnya. Rasa penyesalan yang membuat Tan Bun Ann mengambil keputusan tak terduga, ia menceburkan diri ke dalam Sungai Musi. Melihat kejadian tersebut, Siti Fatimah ikut menceburkan diri ke sungai, sambil berkata, “Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepi sungai ini, maka di situlah kuburan saya.” Dan ternyata benar, tiba-tiba dari bawah sungai timbul gundukan tanah yang akhirnya sekarang menjadi pulau Kemaro ini. Apabila kita berkunjung ke pulau Kemaro, akan didapati tiga buah gundukan tanah yang menyerupai batu karang, dimana setiap gundukan diberi semacam atap dari kayu dan diberi batu nisan dengan tulisan Tiongkok yang didominasi warna merah. Menurut cerita, gundukan tanah yang di tengah adalah makam sang putri. Sedangkan dua gundukan tanah yang ada di sebelanya merupakan makam ajudan dari pangeran Tiongkok dan dayang kepercayaan sang putri. Hingga kini makam-makam tersebut masih terawat baik sebagai legenda pulau Kemaro. Pulau ini akan ramai di datangi oleh para pengunjung etnis cina baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina dan beberapa negara lainnya terutama pada saat Cap Go Me (15 hari setelah Imlek) , dan di sana ada sebuah pohon langka yang di sebut pohon cinta dimana apa bila pasangan muda-mudi yg berpacaran apabila mengukir nama mereka konon cinta mereka akan berlanjut ke pelaminan.

3. SEJARAH BUKIT SIGUNTANG 

Di sebuah bukit setinggi sekitar 27 meter di atas permukaan laut Anda akan mendapat penggalan sejarah Kerajaan Nusantara dengan bonus pesona indah Kota Palembang. Situs Peninggalan Sejarah Taman Bukit Siguntang memiliki luas sekitar 6 hektar berlokasi di Bukit Siguntang, sekitar 4 km arah Barat kota Palembang, tepatnya kawasan perbukitan di Kelurahan Bukit Lama, Kecamatan Ilir Barat I, Palembang, Sumatera Selatan. Taman Bukit Siguntang menyimpan sejarah zaman Kerajaan Sriwijaya, pemerintahan perwakilan Majapahit dan Kesultanan Palembang Darussalam. Hingga kini bukit itu masih dikeramatkan dan diziarahi banyak pengunjung dan wisatawan asing. Kemasyhuran kawasan ini menyebar hingga ke seluruh Sumatera, Malaysia dan Singapura. Hal tersebut terkait cikal bakal pertumbuhan Kerajaan Melayu dan Palembang juga tempat dimakamkannya beberapa tokoh penting dari masa lalu. Bukit Siguntang pula merupakan tempat suci penganut Buddha. Di sini dulunya pernah bermukim sekitar 1.000 pendeta Buddha yang menunjukan tempat tersebut menjadi pusat keagamaan. Sejumlah peninggalan sejarah dapat Anda temukan di kaki bukitnya. Ada arca Buhda Amarawati dan prasasti Bukit Seguntang yang menjadi bukti penting keberadaan Kerajaan Sriwijaya yang berkembang sampai abad ke-14. Taman Bukit Siguntang setiap tahun menjadi lokasi untuk rangkaian kegiatan dan ritual Waisak dan dihadiri ribuan umat Buddha. Tempat ini merupakan kawasan wisata religius umat Buddha karena dulunya pernah menjadi pusat studi keagamaan Buddha. Bukit Seguntang pernah menjadi pusat Kerajaan Palembang yang dipimpin Parameswara, yaitu seorang adipati yang berada di bawah Kerajaan Majapahit. Tahun 1511, Parameswara memisahkan diri dari Majapahit kemudian merantau ke Malaka dan menikah dengan putri penguasa Malaka. Berikutnya Parameswara menjadi penguasa di Malaka dan menurunkan raja-raja Melayu di Malaysia dan Sumatera. Bahkan, Utusan Kerajaan Malaysia setiap tahun ditugaskan untuk mendoakan arwah Radja Sigentar Alam. Tokoh tersebut dikenal juga dengan nama Datuk Iskandar Zulkarnain Syah Alam yaitu adik dari Prameswara atau Datuk Iskandar Syah Alam yang di makamkan di Johor Bahru. Siguntang dahulu merupakan tempat pertemuan orang-orang untuk membicaraan masalah agama dan falsafah hidup sekaligus menunjukan cerminan kerukunan umat beragama saat itu.

0 komentar:

Blogger Template by Clairvo